Recent Posts

Saturday, 18 January 2014

Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Bahasa Ku adalah Identitas Bangsa Ku
            Dewasa ini, bahasa Indonesia tidak sekedar bahasa yang berpijak di Negara Indonesia saja. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa di beberapa wilayah di Australia, bahasa Indonesia telah dimasukkan pada mata pelajaran di sekolah. Hal ini tentu patut menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia. Sebagai Negara yang sedang berkembang, mempromosikan budaya dan keunggulan lainnya dari Indonesia akan lebih mudah apabila warga Internasional mengerti dan paham terhadap bahasa Indonesia.
            Namun sayangnya perkembangan bahasa kita di luar negeri tidak sejalan dengan perkembangan sumber daya manusia di dalam negeri. Saat ini banyak orang Indonesia yang tidak lancar menggunakan bahasa Indonesia. Kebanyakan mereka cenderung mencampur-adukkan bahasa Indonesia dengan bahasa lokal yang bertolak belakang dari penggunaan bahasa yang baik dan benar.
            Sebagai contoh, saat kita mengunjungi sebuah daerah di pulau jawa. Mayoritas orang disana akan menggunakan bahasa Indonesia saat berinteraksi dengan orang asing. Namun penggunaan bahasanya masih terpengaruh oleh dialek sehari-hari, bahkan memasukkan kata-kata bahasa jawa pada bahasa Indonesia yang mereka gunakan. Pada dasarnya, mereka mengerti apa yang diucapkan lawan bicara. Tetapi mereka merasa kesulitan untuk menyampaikan pendapat atau menerjemahkan  dalam bahasa Indonesia yang benar. Sehingga terkesan bahwa mereka tidak bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Padahal hal tersebut hanya disebabkan karena kemampuan pengolahan bahasa Indonesia mereka yang lemah.
            Menyelipkan istilah dari bahasa lokal, masih terkategori dalam kewajaran masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena bahasa kesehariannya adalah bahasa informal daerah tempat mereka dibesarkan. Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia formal tetapi bahasa informal yang tidak memiliki aturan yang baku. Sehingga setiap orang bebas mencampur adukkan istilah. Dalam bahasa informal hal ini sah-sah saja.
            Hal yang tidak wajar adalah sikap sebagian masyarakat yang menggantikan kedudukan bahasa Indonesia dengan lebih banyak menyerap kata dari bahasa asing (bahasa Inggris). Di berbagai pusat perbelanjaan maupun media elektronik seolah menggambarkan betapa bahasa Indonesia diasingkan dari Negara ini. Semakin banyak pula perusahaan yang mulai beriklan dengan bahasa Inggris. Seperti ada konsep pemasaran yang tidak tertulis bahwa pasar akan lebih tertarik jika nama toko, tempat atau barang menggunakan bahasa Inggris karena terlihat lebih keren. Sehingga tidak heran apabila saat ini semakin banyak istilah dalam bahasa asing yang dimasukkan pada kosa kata bahasa Indonesia.
            Dari latar belakang inilah, penulis memutuskan untuk membuat karya tulis yang berjudul “Berkomunikasi Dalam Bahasa Indonesia Dengan Baik Dan Benar Di Kehidupan Sehari-hari” dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai cara meningkatkan kemampuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

1.2.       Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dalam karya tulis ini antara lain sebagai berikut :
            1.2.1.   Apa penyebab lemahnya kemampuan berbahasa Indonesia dalam                            kehidupan masyarakat saat ini ?
            1.2.2.   Bagaimanakah cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik                 dan benar di kehidupan sehari-hari ?
           
1.3.       Tujuan Penelitian
            Tujuan dari pembuatan karya tulis ini antara lain sebagai berikut :
            1.3.1.   Untuk mengetahui penyebab lemahnya kemampuan berbahasa Indonesia
                        dalam kehidupan masyarakat saat ini
            1.3.2.   Untuk mengetahui cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan                   baik dan benar di kehidupan sehari-hari.
           




BAB II
PEMBAHASAN

2. 1.          Penyebab Kurangnya Kemampuan Berbahasa Indonesia
            Salah satu penyebab lemahnya kemampuan berbahasa Indonesia bagi masyarakat adalah sebagai berikut :
2.1.1.   Ragam Bahasa Penutur
            Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda, topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, orang yang dibicarakan, serta medium pembicara. Ragam bahasa penutur dibagi menjadi 3, antara lain sebagai berikut :
2.1.1.1.            Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (Logat/Dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik dan lain lain
2.1.1.2.            Ragam Bahasa Berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.


2.1.1.3.            Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur
            Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. (Effendi, 1995)
2.1.2.   Kelainan Bahasa
            Ganguan atau kesulitan berbagahasa sering dikaitkan dengan penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, jika penguasaan bahasa mendapat gangguan, maka komunikasinya pun terganggu. Beberapa ahli patologi bahasa memberikan klasifikasi kelainan bahasa yang mempengaruhi kebiasaan berkomunikasi seseorang. Klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut :
2.1.2.1.            Aphasia
             Istilah ini digunakan untuk menggambarkan hilangnya kemampuan berbahasa seseorang karena adanya gangguan pada sistem syaraf pusat. Gangguan ini dapat disebabkan oleh cidera pada kulit otak yang terjadi karena kecelakaan, benturan yang keras, atau stroke. Gangguan ini bersifat multi dimensi, sehingga kemampuan menggunakan atau menguasai simbol seolah-olah lenyap. Parahnya ketidakmampuan yang diakibatkan bergantung dari letak cidera atau luka, umur serta kondisi kesehatan ketika terjadinya cidera tersebut.
2.1.2.2.            Dysarthria dan Apraxia
            Dysarthria muncul menyertai aphasia, yaitu berupa gangguan berbicara yang diakibatkan oleh hilangnya kontrol otot-otot pada mekanisme berbicara (Owen, Jr., 1984). Kerusakan atau cidera pada sistem syaraf dapat berakibat pada terganggunya gerakan, baik dalam bentuk gerakan itu sendiri, kecepatannya, maupun irama gerakannya. Oleh karena itu dyarthria dapat muncul dalam bentuk penghilangan atau distrorsi (penyimpangan) bunyi, penghilangan bunyi, atau salah ucap yang terjadi secara permanen. Misalnya penderita dysrthria selalu menghilangkan bunyi pada awal, tengah, akhir kata. Misalnya: kata berangkat diucapkan angkat, meskipun diucapkan kipun atau mespun.
2.1.2.3.            Apraxia
            merupakan gangguan yang muncul dalam memilih dan memprogram pembicaraan. Karakteristik yang menonjol dalam gangguan ini antara lain tercermin dalam munculnya kesulitan untuk memulai pembicaraan, kesalahan pengucapan yang tidak konsisten, serta tampaknya gerakan meraba-raba atau mengubah sikap badan untuk ke sumber suara, walaupun apraxia dan dysarthria bukan merupakan gangguan lingusitik , tetapi keduanya dapat muncul bersama dengan munculnya gangguan linguistik seperti aphasia.
2.1.2.4.            Dyslexia
            Gangguan ini berkaitan dengan hilangnya kemampuan untuk membaca. Gangguan ini terjadi karena tidak berfungsinya secara normal syaraf yang berhubungan atau yang mengatur kemampuan membaca. Dyslexia sering disebut sebagai ”word blindness” (kebutaan akan kata-kata) karena penderita seolah-olah tidak mengenal kata-kata yang dibacanya. Gangguan ini mencakup berbagai variasi dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, dari yang paling ringan sampai yang paling parah. Hakikat dyslexia terletak pada kebingungan dan kesulitan yang dialami seseorang selama karena ia seolah-olah tidak mengenal bunyi, arti, ataupun ejaan dari kata yang dilihatnya. (Endang, 2008)
2.1.2.5.            Dysgraphia
            Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca. Gangguan ini terjadi karena otot-otot serta syaraf-syaraf yang berfungsi dalam mengendalikan gerakan halus (fine motor) terganggu atau tidak berfungsi.


2.1.2.6.            Gagap
            Gangguan ini merupakan gangguan dalam kelancaran dan irama berbicara yang dapat muncul dalam bentuk yang paling ringan sampai paling parah. Penderita gangguan ini biasanya susah menghasilkan atau memulai pengucapan bunyi, menulang-ngulang kata berkali-kali, memanjangkan kata, atau berhenti terlalu lama. Penderita gangguan ini kadang-kadang berkeringat, mengedipkan mata, kerutan wajah, dan gerakan kepala pada saat mengucapkan kata-kata, terlebih pada kata-kata pertama.
2.1.2.7.            Suara Sumbang atau Kelainan dalam Suara
            Volume, tempo, keras linak suara serta kualitas suara memegang peranan penting dalam berkomunikasi oral. Gangguan terjadi akibat ada kelainan pada alat-alat ucapnya, seperti: gigi geligi tidak lengkap, sumbing, pita suara putus satu, celah langit-langit dsb. Contohnya, orang yang mengalami celah langit-langit bicaranya sengau.
2.1.2.8.            Salah pengucapan
            Gangguan ini sering muncul dalam dalam empat bentuk, yaitu: penghilangan penggantian, penyimpangan, serta penambahan bunyi. Misalnya: sekolah diucapkan sekola, buku diucapkan puku, Bandung diucapkan mbandung, gelas diucapkan gela.
2.1.2.9.            Disaudia Yaitu kesulitan bicara yang disebabkan olehat gangguan pendengaran.
2.1.2.10.        Dislogia Yaitu kesulitan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal.
2.1.2.11.        Disglosia
            Kesulitan bicara yang disebabkan oleh kelainan bentuk struktur dari organ bicara yaitu artikulator, seperti: palatoskisis (celah pada palatum), celah bibir, maloklusi (salah temu gigi atas dan gigi bawah), anomali (penyimpangan dar nilai baku, seperti: bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum, tali lidah pendek).
2.1.2.12.        Dislalia
            Kesulitan bicara yang disebabkan oleh faktor psikososial yang paling dominan disebabkan oleh faktor lingkungan dan gejala psikologis.
2.1.2.13.        Afonia
            Kesulitan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali. Kesulitan ini disebabkan adanya kelumpuhan pita suara.
2.1.2.14.        Gangguan Suara
            Suara dihasilkan oleh pita suara yang diawali dengan keluarnya udara dari paru-paru, kemudian melalui pita suara menyentuh dinding resonansi, atau menggetarkan pita suara itu sendiri sehingga menimbulkan getaran udara. Getaran-getaran tersebut yang disebut sebagai getaran suara. Gangguan dalam proses produksi suara meliputi aktivitas pada saat fonasi sehingga mempengaruhi unsur-unsur suara, yaitu nada, kekerasan, dan kualitas suara.
2.1.2.15.        Kelainan Artikulasi
            Semacam kesulitan yang berkaitan dengan produksi fisik dan pengucapan suara seseorang.
2.1.2.16.        Kelainan Ekspresif Bahasa
            Merupakan kesulitan dalam memilih dan menggabungkan kata-kata dengan benar. Anak ini tidak mempunyai masalah dengan pengucapan kata, tapi bermasalah dalam  mengulang kata yang tepat, membentuk kalimat, dan menggunakan tata bahasa yang benar.
2.1.2.17.        Kelainan Reseptif Bahasa
            Sulit memahami bahasa yang diucapkan. (Tarmansyah, 1996)





2. 2.          Cara Berkomunikasi Dalam Bahasa Indonesia Dengan Baik Dan Benar
            Sebelum sampai pada pembahasan bahasa Indonesia yang benar dan baik, terlebih dahulu kita perlu tahu bagaimana standar resmi pembakuan bahasa Indonesia. Jika bahasa sudah memiliki baku atau standar yang sudah disepakati dan diresmikan oleh negara atau pemerintah, barulah dapat dibedakan antara pemakaian bahasa yang benar dan tidak. Seperti yang ditulis di buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas) tahun 1988, pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Berikut cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar :
2.2.1.                  Mengetahui Laras Bahasa dan Ciri Ragam Bahasa Baku
                        Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
                        Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1.      Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2.      Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3.      Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4.      Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
5.      Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.


                        Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
1.      Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2.      Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik bangetuang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3.      Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.      Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5.      Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
                        Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
2.2.2.                  Pemanfaatan Ragam Bahasa Sesuai Situasi
                        Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya. Di samping itu juga mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai  beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaianya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu ,yaitu pada situasi formal pengguanaan bahasa Indonesia yang benar menjadi pioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus di hindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. (Zulfikar, 2013)
                        Sedangkan dalam situasi informal, tidak ada ikatan kaidah penggunaan bahasa yang baku. Pemakaian ragam bahasa baku yang tidak tepat, akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa Indonesia yang baku seperti percakapan berikut :
Berapakah ibu mau menjual tauge ini?
Apakah abang becak bersedia mengantar saya kepasar Tanah abang dan berapa ongkosnya?
Contoh diatas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi antara pembicara dan lawan bicara.  (Zulfikar, 2013)
2.2.3.                  Belajar dan Berlatih Komunikasi
                        Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu karena kita semua baru mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah kita masuk sekolah. Bahasa ibu kita adalah bahasa informal daerah tempat kita dibesarkan. Sehingga apabila kita ingin mengetahui cara untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah dengan mempelajarinya.
                        Sesuatu apapun apabila tidak diimbangi dengan latihan yang teratur, maka hasilnya tidak akan maksimal. Latihan berkomunikasi merupakan salah satu kiat sukses untuk meningkatkan kemampuan dalam berbahasa. Pada fase ini, kita diharapkan dapat melatih otot-otot yang berkenaan dengan kegiatan pengolahan kata hingga akhirnya dapat terucap dari mulut. Kegiatan latihan komunikasi tidak serta-merta membutuhkan lawan bicara. Meskipun banyak sumber mengatakan bahwa dengan adanya lawan bicara, tingkat keberhasilan latihan sangat tinggi. Namun bagi orang yang masih merasa kurang percaya diri, berlatih komunikasi di depan kaca tanpa lawan bicara, bisa menjadi alternatif untuk terus tetap mengasah kemampuan berbahasa.
                        Saat ini banyak institusi pendidikan yang menawarkan program latihan untuk berkomunikasi. Mayoritas institusi tersebut merupakan lembaga pelatihan kepribadian yang memiliki kelas khusus untuk berlatih meningkatkan kemampuan bahasa melalui komunikasi interpersonal. Disana peserta / murid akan diajarkan bagaimana cara untuk berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dan benar, sehingga mereka akan terbiasa menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Institusi seperti inilah yang kita perlukan apabila ingin melatih kemampuan bahasa Indonesia. Terkadang berlatih komunikasi sendirian akan membuat kita jenuh dan akhirnya menyerah untuk melanjutkan latihan. Sehingga disamping latihan sendiri di rumah, kita juga memerlukan suatu program pelatihan bahasa yang telah diatur dengan baik, seperti lembaga pelatihan bahasa (Ayuni, 2012)






BAB III
PENUTUP
3.1.      Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas, maka diperoleh kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1.      Penyebab lemahnya kemampuan berbahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dapat dipengaruhi oleh keragaman bahasa penutur dan kelainan bahasa.
2.      Keragaman bahasa penutur dibagi menjadi tiga yaitu ; ragam bahasa berdasarkan daerah (logat/dialek), ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur, ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.
3.      Kelainan bahasa terdiri dari : aphasia, dysarthria, apraxia, dyslexia, dysgraphia, gagap, suara sumbang atau kelainan dalam suara, salah pengucapan, disaudia, dislogia, disglosia, dislalia, afonia, gangguan suara, kelainan artikulasi, kelainan ekspresif bahasa, kelainan reseptif bahasa.
4.      Cara untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar terdiri dari : mengetahui laras bahasa dan ciri ragam bahasa baku, pemanfaatan ragam bahasa sesuai situasi serta belajar dan berlatih komunikasi
3.2.      Saran
            Setiap masyarakat Indonesia diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mempelajari dan mempraktekkan bahasa Indonesia setiap hari. Sehingga kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional tidak akan disisihkan oleh bahasa asing yang masuk ke Indonesia seiring perkembangan zaman.






DAFTAR PUSTAKA
Ayuni, Susi Sri. 2012. Meninggkatkan Kemampuan Berbahasa Indonesia. Padang

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya

Rusyani, Endang. 2008. Kesulitan Belajar Bahasa. Jakarta

Tarmansyah. 1996, Gangguan Komunikasi, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti - Proyek Pendidikan Tenaga Guru

Zulfikar, Muhammad. 2013. Penggunaan Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar. http://zulfikar68.blogspot.com/ diakses pada 24 maret 2013

0 komentar:

Post a Comment